Biografi Mbah Kholil Lengkap, Ulama Besar yang Berasal Dari Bangkalan Madura
alhuda14.net - Biografi Mbah Kholil, Ulama Besar yang Berasal Dari Bangkalan Madura – Sejarah biografi ulama yang perlu kita simak dan menarik untuk diketahui. Tepatnya pada tanggal 27 Januari 1820 M, seorang kyai bernama Abdul Lathif di Kecamatan Bangkalan mendapatkan kebahagiaan yang tak terkira. Pada hari itu, istrinya telah melahirkan seorang putra yang sehat dan lahirlah ia diberi nama Muhammad Kholil.
Menjadi seorang kyai yang mampu membimbing umat, tentunya
menjadi harapan terbesar baginya agar keturunannya pun berperan dalam hal sama.
Saat telah lahir, Abdul Lathif mengadzani sang bayi dan berdoa memohon kepada
Allah agar kelak anaknya dapat menjadi pemimpin umat di kemudian hari. Dan atas
izin Allah, disinilah sejarah perjalanan Mbah Kholil akan dimulai.
![]() |
biografi Mbah Kholil |
Mengetahui Biografi Mbah Kholil Secara Ringkas
Dalam lingkup keluarga yang islami, membuat Abdul Latif
perlu menerapkan ajaran agama kepada anak-anaknya. Diharapkan mampu menyebarkan
agama Islam dengan lebih baik dan menjadikan umat Islam berada di jalan lurus.
Berikut ini biografi
Mbah Kholil
yang dapat kita lihat dari nasabnya.
Biografi Mbah Kholil Berdasarkan Garis Keturunan
Berdasarkan garis keturunan, KH Abdul Latif yang merupakan
ayah dari Muhammad Kholil, mempunyai ikatan darah dengan Sunan Gunung Jati.
Kakek beliau bernama Kyai Hamim, putra dari Kyai Abdul Karim. Dari beberapa
keturunan yang terakhir bernama Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman ini merupakan
cucu dari Sunan Gunung Jati. Maka tak ragu, keluarga ini menunjukkan bahwa
memang semuanya keturunan ulama.
Kisah Mbah Kholil Saat Kecil
Nampaknya, sejarah biografi Mbah Kholil berdasarkan garis keturunan menandakan bahwa memang jiwa haus akan ilmu dimiliki olehnya. Sewaktu kecil, Mbah Kholil dididik sangat ketat oleh ayahnya. Beliau memiliki kemampuan menguasai ilmu Fiqh dan Nahwu. Sudah terbilang ia mampu menghafal dengan baik Nazham Alfiyah Ibnu Malik atau disebut Seribu Bait Ilmu Nahwu. Agar mampu menguasai semua ilmu, ia pun dikirim ke berbagai pesantren.
Perjalanan Mbah Kholil Menuntut Ilmu di Pesantren
Disinilah pengembaraan Mbah Kholil dalam mencari ilmu
dimulai. Di usianya yang sekitar 30 tahun, beliau mulai belajar kepada Kyai
Muhammad Nur di Pondok pesantren Langitan, Tuban. Tak hanya di satu tempat,
Mbah Kholil pun pindah ke Pesantren Keboncandi. Di pesantren tersebut, beliau
berguru pada Kyai Nur Hasan yang ternyata satu nasab dengan keluarganya. Beliau
memutuskan menetap di daerah Sidogiri yang berjarak 7 km dari Keboncandi.
Sifatnya yang tak lelah dalam menuntut ilmu, tak membuat
diri Mbah Kholil pantang mundur. Terhitung jarak 7 km antara Sidogiri dan
Keboncandi, perjuangan menuntut ilmu takkan surut. Di setiap langkahnya
menyusuri jalan dari Sidogiri dan Keboncandi, ia tak pernah lupa untuk membaca
Q.S Yasin. Beliau mampu melakukan hal itu dan khatam berkali-kali. Sungguh, ini
merupakan perjalanan biografi
Mbah Kholil
yang patut ditiru.
Lahir dalam keluarga yang terbilang mampu dan berada, hal
ini tak membuat Mbah Kholil harus terus bergantung kepada orangtuanya. Beliau
merasa harus mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan
menggunakan tenaganya sendiri. Setiap hari harus menempuh jarak antara Sidogiri
dan Keboncandi beliau lakukan agar bisa menjadi buruh batik. Hasil dari
keringatnya itu ia pakai untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Perjuangan Mbah Kholil Untuk Menuntut Ilmu Ke Mekkah
Setiap orang memiliki mimpi dan harus melakukan aksi untuk
mewujudkannya. Begitu pun yang diinginkan oleh Mbah Kholil untuk bisa menuntut
ilmu ke Mekkah. Menimba ilmu ke Mekkah menjadi dambaan bagi seorang santri pada
saat itu. Namun, jiwa kemandirian dan dewasa dalam diri Mbah Kholil membuat ia
perlu berjuang untuk mendapatkan biayanya. Berdasarkan catatan biografi Mbah Kholil, ia pun bekerja untuk menjadi buruh
saat itu.
Kemudian, Mbah Kholil pergi ke sebuah pesantren di daerah
Banyuwangi. Pada saat itu, pengasuh pesantren tersebut terkenal memiliki kebun
kelapa yang luas. Mbah Kholil pun akhirnya bekerja untuk menjadi buruh pemetik
kelapa. Untuk setiap pohonnya, ia mendapatkan upah sebesar 2,5 sen. Hasilnya
ini beliau tabung untuk persiapan pergi ke Mekkah.
Sedangkan untuk makan sehari-hari, Mbah Kholil melakukannya
dengan buruh mencuci atau melakukan pekerjaan rumah. Beliau biasanya menjadi
juru masak bagi teman-temannya dan disinilah ia bisa makan dengan percuma. Apa
pun pekerjaan beliau lakukan asal halal dan mampu bermanfaat untuk dilakukan.
Dari sini tercatat bahwa biografi
Mbah Kholil
sangat perlu diteladani dengan merasakan perjuangannya.
Dibalik perjuangannya selama ini ternyata membuahkan hasil.
Akhirnya, pada tahun 1859 M tepatnya disaat beliau berumur 24 tahun, Mbah
Kholil mulai memutuskan untuk berangkat ke Mekkah. Namun, beliau melakukan
pernikahan terlebih dahulu dengan Nyai Asyik, yang merupakan putri dari Lodra
Putih. Usai menikah, beliau pun memulai perjalanannya ke Mekkah.
Berdasarkan biografi
Mbah Kholil
dengan sifat sederhana dan religius dalam dirinya terlihat disaat ia mulai akan
pergi ke Mekkah. Dalam perjalanannya, ternyata uang hasil tabungan selama di
Banyuwangi cukup untuk biaya pelayarannya. Untuk makan sehari-hari, Mbah Kholil
melakukan puasa bukan dalam rangka menghemat biaya. Namun, beliau mengharapkan
keselamatan bagi dirinya agar bisa sampai tujuan dengan lancar.
Akhirnya, pada tahun 1276 H, Mbah Kholil mulai menimba ilmu
di Mekkah. Beliau berguru kepada Imam Masjidil Haram yang bernama Syekh Nawawi
Al-Bantani yang merupakan Ulama Indonesia berasal dari Banten. Guru beliau yang
dijadikan sandaran di Mekkah yaitu Syekh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi
Al-Maliki, Syekh Utsman bin Hasan dan lain-lain.
Mbah Kholil banyak belajar kepada pada Syekh dengan berbagai
Madzhab yang diajarkan disana. Namun, beliau memiliki kecenderungan untuk
belajar kepada para Syekh yang bermadzhab Syafi’i. Sepanjang biografi Mbah Kholil, ia sering disebut sebagai pemuda
Jawa. Hal ini karena umumnya menjadi penyebutan orang Arab kepada orang
Indonesia.
Kesederhanaan dalam sikap beliau tercermin dari perilakunya
dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Selama di Mekkah, beliau hanya memakan
kulit buah semangka dibandingkan untuk memakan makanan lain. Konon, kebiasaan
ini ia turuti sesuai dengan kebiasaan Imam Al-Ghazali. Hal ini dinilai dengan
ajaran ngrowot (vegetarian). Untuk
mendapatkan uang di Mekkah, ia mencari upah sebagai penyalin kitab untuk para
pelajar.
Ketiga alim ulama yaitu Syekh Nawawi, Syekh Shaleh
as-Samarani dan Mbah Kholil yang mencetuskan adanya kaidah penulisan huruf
Pegon. Huruf Pegon ini untuk penyelerasan bahasa Arab dengan bahasa Jawa,
Sunda, dan Madura. Sejarah biografi
Mbah Kholil
mencatat bahwa hal ini yang menjadi sarana mempermudah dalam memahami kitab
berbahasa Arab.
Kembalinya Mbah Kholil Ke Tanah Air dan Memulai Pendidikan
Mbah Kholil dikenal dengan seorang hafidz qur’an, ahli pakar
nahwu, fiqh, dan tarekat ilmu lainnya. Beliau memutuskan untuk menyebarkannya
dengan mendirikan sebuah pesantren di Cengkubuan. Tak lama setelah putrinya
yang bernama Siti Khatimah dinikahkan dengan keponakannya bernama Kyai Muntaha,
pesantren tersebut diserahkan pada menantunya. Untuk memperluas pendidikannya,
beliau pun mendirikan pesantren di Kademangan.
Nah, itulah biografi
Mbah Kholil
secara lengkap yang dapat kita simak dari awal hingga akhir. Begitu banyak
kemuliaan dalam pribadi beliau yang bisa diteladani untuk umat Muslim. Menimba
ilmu walau serumit apapun, bukanlah menjadi penghalang seorang ulama berhenti.
Mereka terus berjuang agar pendidikan agama Islam terus hidup dan berkembang.
Posting Komentar untuk "Biografi Mbah Kholil Lengkap, Ulama Besar yang Berasal Dari Bangkalan Madura"