Sejarah Sunan Bonang : Silsilah Keluarga Hingga Metode Dakwahnya
alhuda14.net - Catatan sejarah sunan bonang adalah yang paling lengkap diantara sejarah walisongo. Mungkin karena karya tulis sunan bonang masih dijaga dan dapat ditelusuri hingga saat ini. Meskipun salah satu karya terbaik beliau yaitu suluk wujil dikabarkan ada di perpustakaan Leiden, Belanda.
Seperti halnya walisongo dan orang-orang hebat lain yang memiliki makam lebih dari satu tempat, begitu juga Sunan Bonang. Makam aslinya dikabarkan berada di Tuban, Jawa Timur. Lokasinya dekat dengan alun-alun dan masjid agung Kota Tuban. Sedangkan makam lainnya berisi pakaian dan kain kafan jenazah Sunan Bonang berada di Bawean, Madura.
Sejarah Sunan Bonang
Tidak sulit bagi para sejarawan, akademisi, dan para penulis untuk mengulik sejarah sunan bonang. Karena banyak sumber sejarah yang bisa dijadikan rujukan. Tidak sedikit pula jurnal dan penelitian yang menulis kehidupan salah satu anggota dewan walisongo ini.
Silsilah Keluarga Sunan Bonang
Menurut sejarah sunan bonang, nama kecilnya adalah Raden Makhdum Ibrahim. Ayahnya adalah Raden Rakhmat atau terkenal dengan sebutan Sunan Ampel. Ibunya adalah putri dari Arya Teja, seorang adipati Tuban. Namanya Nyai Ageng Manila.
Nama asli Sunan Bonang menunjukkan bahwa beiau lahir di tengah keluarga islami. Karena Raden Rakhmat atau Sunan Ampel merupakan salah satu keturunan atau dzurriyat Nabi, maka demikian juga Raden Makhdum Ibrahim. Keluarga ibunya juga telah memeluk Islam.
Dari garis silsilah Rasulullah Muhammad saw, Raden Makhdum Ibrahim masuk pada keturunan ke 23. Garis ini ditarik ke atas dari ayah Sunan Bonang hingga bertemu dengan nama Husein bin Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian, Sunan Bonang merupakan cucu Rasulullah saw dari Fatimah r.a.
Raden Makhdum Ibrahim memiliki saudara dan saudari yang juga aktif berdakwah di tanah Jawa. Sebagian diantaranya juga menjadi anggota dewan walisongo. Ini menunjukkan bahwa pendidikan agama yang kuat telah tertanam pada keluarga Sunan Ampel. Sehingga putra putrinya turut aktif menyebarkan agama Islam seperti halnya Sang Ayah.
Pendidikan Sunan Bonang
Raden Maulana Makhdum Ibrahim mendapat pendidikan agama sejak kecil langsung dari ayahnya. Dari keluarga ulama inilah sejarah sunan bonang bermula. Ketika itu Sunan Ampel sudah mendirikan pesantrean, sehingga putra-putrinya belajar agama bersama para santri. Ketika beranjak dewasa, Raden Maulana Makhdum Ibrahim menunaikan haji.
Dalam perjalanan menunaikan ibadah haji ini Raden Maulana Makhdum Ibrahim bertemu Raden Maulana Ishak. Seorang pemuka agama yang berasal dari Demak. Perjalanan ini bukan hanya untuk menunaikan ibadah haji. Namun juga untuk menuntut ilmu bersama. Baik di Pasai maupun di Arab ketika mereka sampai di Makkah.
Perjalanan ibadah haji zaman dahulu memang tidak bisa sebentar. Jika saat ini jamaah haji hanya perlu waktu sekitar 40 hari, zaman dahulu bisa berbulan-bulan. Atau bahkan bertahun-tahun karena sambil belajar di negeri lain. Sehingga perjalanan haji menjadi peristiwa penting dalam sejarah sunan bonang.
Setelah pulang dari perjalanan inilah kemudian beliau meneruskan belajar di Demak dan beberapa kota lain. Demi bertemu para guru dan ulama di Pulau Jawa. Catatan sejarah menunjukkan bahwa akhirnya beliau berdakwah di daerah Lasem, Rembang. Karena Bonang adalah nama salah satu desa di Rembang, jadilah beliau dijuluki Sunan Bonang.
Versi lain menyebutkan bahwa Bonang berasal dari kata Bong Ang, yang mirip dengan marga ayahnya: Bong Swi Hoo. Tidak ada catatan sejarah yang membahas tentang julukan ini. Sehingga kita tidak tahu pasti mana cerita yang paling mendekati kebenaran.
Selain belajar ilmu agama, sejarah sunan bonang dari berbagai sumber menyebutkan bahwa Raden Maulana Makhdum Ibrahim haus ilmu lain. Raden Maulana Ibrahim juga belajar seni, ilmu arsitektur, silat, dan sastra. Sehingga beliau sangat mahir tidak hanya di bidang ilmu agama. Tapi juga pandai mencari sumber mata air, dan menguasai banyak ilmu.
Di bidang sastra, Radeng Maulana Makhdum Ibrahim menulis banyak karya. Pembahasan mengenai karya sastra beliau ada di sub bab berikutnya. Beliau juga menggabungkan teknik pernapasan dengan jurus-jurus silat. Sehingga diperoleh perpaduan unik teknik silat yang sederhana namun mematikan. Beliau banyak mengajak muridnya untuk berdzikir dalam setiap kesempatan.
Dzikir yang diajarkan oleh Sunan Bonang kepada muridnya adalah dzikir yang sesuai dengan sunnah. Hanya kemudian diperkuat dengan amalan harian seperti shalat dan membaca Al Qur’an. Kemudian didawamkan atau diterapkan dengan segenap keyakinan dalam setiap amalan. Termasuk dalam gerakan silat.
Kabarnya, salah satu Padepokan Ilmu Sujud Tenaga Dalam masih dilestarikan oleh pengikut beliau. Dalam menguasai ilmu silat, beliau menjadi digdaya menurut sejarah sunan bonang yang dituturkan oleh banyak sumber. Kedigdayaan beliau tentu tidak lepas dari kekuatan dzikir yang selalu dijaganya dan kedekatannya dengan Allah swt.
Karya Seni dan Sastra Sunan Bonang
Sejarah sunan bonang yang banyak ditulis dalam jurnal dan berbagai sumber menyebutkan bahwa gamelan merupakan salah satu bukti peninggalan beliau. Selain itu, lagu “Tombo Ati” yang populer hingga saat ini merupakan hasil karya Sunan Bonang. Di bidang sastra, Sunan Bonang telah mewariskan beberapa karya, diantaranya:
Suluk dan Tamsil
Ada banyak suluk yang ditulis dalam sejarah sunan bonang. Diantaranya adalah Suluk Gentur, Suluk Wujil, Suluk Kaderesan, Suluk Wasiyat, Suluk Regol, Suluk Sunan Bonang, Suluk Khalifah, dan banyak lainnya. Tidak semua suluk ini dapat ditemukan dan dipelajari langsung oleh para santri. Bahkan Suluk Wujil saat ini tengah berada di perpustakaan Leiden, Belanda.
Kitab Tanbihul Ghafiliin
Menurut beberapa sumber, peninggalan Sunan Bonang berupa kitab ini memiliki ketebalan 234 halaman. Berisi tentang ilmu kehidupan, iman kepada Allah swt ditinjau dari ilmu tasawuf. Namun meski dikabarkan masih banyak dipelajari oleh para santri, kitab yang beredar di pasaran dengan judul tersebut bukan ditulis oleh Sunan Bonang.
Metode Dakwah Sunan Bonang
Sejarah sunan bonang dari berbagai sumber menyatakan bahwa Sunan Bonang menerapkan metode unik dalam berdakwah. Di satu sisi beliau sangat toleran dengan seni dan budaya. Sehingga menggunakan gamelan dan berbagai tembang sebagai sarana. Beliau juga banyak menulis puisi dan suluk yang berisi tembang dengan lirik dzikir.
Banyak karya sastra beliau yang berhasil dibukukan oleh orang Belanda. Salah satunya berjudul “Het Boet Van Bonang” yang berisi puisi dan gubahan tembang Sunan Bonang. Tidak heran jika sampai saat ini Suluk Wujil juga bermukim di Leiden, Belanda. Mungkin saat itu orang Belanda yang sering mengikuti dakwah beliau tertarik untuk mengamankan aset penting ini.
Namun di sisi lain, beliau juga terkenal tegas dalam berdakwah. Beberapa sumber sejarah sunan bonang menyebutkan bahwa beliau pernah menyerang kerajaan Daha di Kediri untuk menyebarluaskan agama Islam. Beliau juga pernah mengubah aliran sungai brantas sehingga beberapa daerah yang dilaluinya mengalami kekeringan.
Hal ini disebabkan oleh keengganan masyarakat sekitar untuk menerima dakwah beliau. Tentu ada sebab dalam setiap pencatatan sejarah sunan bonang dengan beragam versinya. Termasuk kisah beliau yang memiliki karomah luar biasa hebat. Meski terdengar mustahil terjadi saat ini, siapa bisa membuktikan kebenaran terjadinya di masa lampau?
Posting Komentar untuk "Sejarah Sunan Bonang : Silsilah Keluarga Hingga Metode Dakwahnya"