Sejarah Sunan Blongsong Bojonegoro dan Kesaktiannya Melawan Belanda
alhuda14.net - Sejarah Sunan Blongsong Bojonegoro dan Kesaktiannya Melawan Belanda! Beberapa dari kita mungkin hanya mengenal sembilan Sunan yang termasuk dalam anggota Wali Songo. Karena tempat syiar agama mereka lebih luas dan bisa dibuktikan dengan peninggalan atau sumber tertulis. Sementara itu, di beberapa daerah, kita juga kadang menjumpai makam yang dipercaya sebagai Sunan atau penyebar agama Islam kala itu.
Salah satu makam yang dipercaya sebagai makam Sunan adalah makam yang terletak di Desa Blongsong, Kecamatan Baureno, Bojonegoro. Makam ini terletak di jalan propinsi Bojonegoro-Surabaya km 27. Lalu masuk ke kanan, ke jalur poros desa (timur SMP Ahmad Yani Baureno) kurang lebih 200 meter. Makam ini masih banyak didatangi peziarah, untuk itu mari kita ulas seperti apa sejarahnya. simak juga tentang sejarah Sunan Ampel
Sejarah Sunan Blongsong Bojonegoro |
Asal Usul Sunan Blongsong
Sejarah
Sunan Blongsong tidak terlepas dari kisah penjajahan Belanda di masa kerajaan Mataram
Islam. Sementara beliau sendiri, menurut beberapa kesaksian dari juru kunci
setempat, memiliki nama lain yakni Banu Sumitro. Sunan Blongsong atau yang
lebih akrab disapa Mbah Sunan, pertama kali menginjakkan kakinya di daerah
tersebut pada abad ke-16. Saat itu, desa Blongsong belum memiliki nama atau belum
dikenal.
Menurut
legenda dari juru kunci setempat (Ustad Muhamad Syafii), Sunan Blongsong
adalah putra dari Sunan Kalijaga. Legenda ini diperkuat dengan kutipan buku
Bunga Rampai Sejarah Bojonegoro (1527). Di situ tertulis bahwa sejarah desa
Blongsong tidak terlepas dari segerombolan orang dari tlatah barat yang belum
dikenal. Yang menurutnya adalah rombongan dari anak Sunan Kalijaga.
Anak
yang dimaksud ini berasal dari kerajaan Mataram Islam (1588-1681), dan memiliki
kedudukan sebagai adipati. Namun ia diusir dan dalam perantauannya, menyamar
sebagai Banu Sumitro. Penyamaran ini tentu saja memiliki beberapa alasan. Salah
satunya adalah karena konflik perebutan kekuasaan atau pewarisan tahta
kerajaan. Menurut sejarah Sunan Blongsong, pada masa itu kerajaan Mataram
tengah disusupi oleh pemerintah Belanda.
Pasukan
Belanda membuat rakyat Mataram terpecah belah. Sebagian rakyat memilih pro
Belanda, dan yang lainnya kontra atau anti Belanda (termasuk kelompok Mbah
Sunan). Untuk itulah, ia bersembunyi dengan nama Banu Sumitro. Di sisi lain, Mbah
Sunan juga ingin meninggalkan kehidupan kerajaan untuk bisa menyiarkan Agama
Islam. Dan di desa Blongsong-lah beliau menetap hingga akhir hayatnya.
Sejarah Sunan Blongsong dan Karomahnya
Dari
sebuah pelarian atau pengusiran itulah akhirnya sejarah Sunan Blongsong
dimulai. Beliau menetap di daerah yang masih belum ada namanya, yang saat itu
masih menganut ajaran animisme dan dinamisme. Kemudian setelah beliau
menetap, beliau membangun rumah dan keluarga di sana. Bahkan, beliau juga membangun
masjid untuk menyebarkan agama Islam kepada rakyat sekitar.
Lambat
laun, kedatangan Mbah Sunan ini dipercaya mampu merubah tatanan perilaku masyarakat.
Dari yang tadinya menganut ajaran polytheisme,
kini menjadi monotheisme (percaya
adanya satu Tuhan). Dan karena itulah, ia disebut sebagai Sunan (berasal dari
kata Sesuhunan atau Suhun). Kata ini memiliki arti yang
dihormati, karena telah membimbing rakyat ke jalan yang benar (ajaran Islam).
Sementara
itu, sejarah Sunan Blongsong tidak berhenti di situ saja. Menurut cerita rakyat,
sambil bersembunyi, beliau juga mengatur strategi untuk melawan Belanda. Dan karena
itulah, beliau akhirnya termasuk sosok yang diincar penjajah. Bahkan rumah dan
masjid yang pernah didirikan beliau juga dibakar oleh Belanda untuk bisa
membunuhnya.
Akan
tetapi, rencana pencarian dan pembunuhan oleh pasukan Belanda terhadap Mbah
Sunan ini selalu gagal. Seakan-akan beliau dan pasukannya dapat menghilang atau
membaur tanpa kelihatan. Untuk itulah, desa yang ditempati beliau diberi nama
Blongsong. Yang memiliki arti pelindung, bungkus, atau kurungan.
Sementara
itu, tempat lain yang pernah dijadikan pertempuran, dimana pasukan Belanda
dibuat bingung karena tidak bisa melihat, diberi nama Bowerno. Kini daerah tersebut
dikenal sebagai Baureno, yang diambil dari bahasa Jawa, bawur atau berbaur.
Itulah asal usul tempat dakwah dan sejarah Sunan Blongsong, yang kemudian menjadi
sebutan populernya.
Sejarah dan Kepercayaan di Makam Sunan Blongsong
Semasa
hidupnya, Mbah Sunan ini pernah mendirikan istana kecilnya sendiri di daerah
Blongsong, dengan bangunan masjid di bagian depannya. Namun, di saat perang,
istana dan masjid kecil ini dibakar oleh Belanda. Adapun bekas istananya
digunakan untuk Kantor Desa Blongsong. Sementara bekas masjidnya digunakan sebagai
makam.
Pertama
kali ditemukan, makam Mbah Sunan ini tidak langsung berdiri di tempatnya yang
sekarang. Menurut sejarah Sunan Blongsong, makam yang asli berada di sekitar
200 meter dari bangunan yang sekarang. Tepatnya di tengah bangunan rel kereta
api. Namun, karena masyarakat akan membangun rel kereta saat itu, maka tempat
makamnya dipindahkan.
Menurut
juru kunci setempat, saat akan dibangun rel kereta api itulah, saat pertama
kali makam Mbah Sunan ditemukan. Dan saat itu pula, makam Mbah Sunan dipindahkan
dan dibangunkan tempat seperti sekarang. Menurut juru kunci tersebut, dalam
bangunan itu terdapat sembilan buah makam, yang merupakan makam dari rombongan
ataupun keluarga Mbah Sunan. Yang mana tiga makam di antaranya berukuran kecil.
Mulai
dari beliau wafat hingga dimakamkan, wilayah di sekitar daerah tersebut diberi
nama desa Blongsong. Banyak keyakinan tentang makam dan sejarah Sunan Blongsong
yang masih melekat di sekitar sini. Termasuk keyakinan yang masih dipercaya sampai
sekarang adalah bahwa TNI maupun Polri tidak boleh mengunjungi makam. Dan jika
ada yang melanggar maka yang bersangkutan akan mendapat masalah atau bencana.
Sementara
itu, hingga tahun 1990-an, tempat tersebut masih dianggap sebagai tempat bertuah
untuk melakukan sumpah. Jadi, saat ada masalah seperti ada orang yang dituduh
atau dicurigai melakukan kejahatan, maka pembuktiannya di depan makam Mbah
Sunan. Jika tuduhan itu benar maka pelaku akan mengalami perut kembung dan
sampai 40 hari akhirnya meninggal.
Namun
semenjak tahun 1990-an, prosesi sumpah tersebut dilarang oleh penjaga makam (Ustad
Muhamad Syafii). Meskipun demikian, makam Mbah Sunan masih banyak didatangi
peziarah. Namun dengan maksud atau tujuan untuk mendoakan. Masyarakat tidak
akan lupa dengan sejarah Sunan Blongsong dan karomah yang diberikannya. Dan
karena beliau pula, masyarakat desa Blongsong bisa memeluk agama Islam.
Banyak
dipercaya bahwa agama Islam mulai berkembang di daerah Blongsong setelah
kedatangan Mbah Sunan. Bahkan, hingga saat ini, tercatat 100 persen penduduk
yang tinggal di sana beragama Islam. Untuk itulah, guna menghormati jasa
beliau, maka setiap tahun selalu diadakan haul atau peringatan hari besar di
daerah Blongsong. perhatikan juga tentang
Jadi
setelah mengetahui sejarah Sunan Blongsong, maka kini bertambah pula
pengetahuan kita. Dari sini kita tahu bahwa ada beberapa makam yang mungkin
tidak tercatat di sejarah, namun memiliki pengaruh di wilayah tertentu. Kita
sebagai masyarakat setempat, yang bertanggung jawab, tentu harus bisa merawatnya.
Sementara untuk menyikapi kepercayaan yang melekat di sana, itu tergantung
pribadi masing-masing.
Posting Komentar untuk "Sejarah Sunan Blongsong Bojonegoro dan Kesaktiannya Melawan Belanda"