Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perjuangan dan Kisah Kehidupan Raden Adjeng Kartini

alhuda14.net - Perjuangan dan Kisah Kehidupan Raden Adjeng Kartini-Raden Adjeng Kartini adalah seorang wanita bangsawan Jawa yang paling dikenal sebagai pelopor di bidang hak-hak perempuan bagi orang Indonesia asli.

Raden Adjeng Kartini membuka sekolah dasar pertama di Indonesia untuk gadis-gadis pribumi yang tidak mendiskriminasi status sosial pada tahun 1903. Ia berkorespondensi dengan pejabat kolonial Belanda untuk lebih jauh penyebab emansipasi perempuan Jawa hingga kematiannya,

Hal ini memberikan kesempatan kepada Kartini untuk bersekolah di sekolah Belanda, pada usia 6 tahun. Ovink-Soer menyampaikan pandangan feminisnya kepada Kartini, dan karena itu berperan penting dalam menanam benih bagi aktivisme Kartini di kemudian hari. simak juga  kisah Bj Habibie

Kartini
Kartini 

Ketika Kartini mencapai usia remaja, tradisi Jawa menyatakan bahwa dia meninggalkan sekolah Belanda untuk kehidupan terlindung yang dianggap pantas bagi seorang bangsawan perempuan muda.

Ironisnya, dalam keinginannya untuk lepas dari isolasi, Kartini dengan cepat menerima lamaran yang diatur oleh ayahnya Joyodiningrat  sudah memiliki tiga istri dan 12 anak. Kartini baru-baru ini ditawari beasiswa untuk belajar di luar negeri, dan pernikahan itu memupuskan harapannya untuk menerimanya. Menurut tradisi Jawa, pada usia 24 tahun dia sudah terlalu tua untuk berharap menikah dengan baik.

Bermaksud menyebarkan pesan feminisnya, dengan persetujuan suami barunya, Kartini segera merencanakan untuk memulai sekolahnya sendiri untuk gadis-gadis Jawa. Dengan bantuan pemerintah Belanda, pada tahun 1903 ia membuka sekolah dasar pertama di Indonesia untuk anak perempuan pribumi yang tidak membeda-bedakan status sosial mereka.

Sekolah itu didirikan di dalam rumah ayahnya, dan mengajari gadis-gadis itu kurikulum progresif berbasis Barat. Bagi Kartini, pendidikan ideal bagi perempuan muda mendorong pemberdayaan dan pencerahan. Dia juga mempromosikan pengejaran pendidikan seumur hidup mereka. Untuk itu, Kartini secara rutin berkorespondensi dengan feminis Stella Zeehandelaar serta sejumlah pejabat Belanda yang berwenang memajukan emansipasi perempuan Jawa dari hukum dan tradisi yang menindas. Surat-suratnya juga mengungkapkan sentimen nasionalis Jawa-nya.

Kematian dan Warisan

Pada 17 September 1904, dalam usia 25 tahun, Kartini meninggal dunia di Kabupaten Rembang, Jawa, akibat komplikasi melahirkan anak pertamanya. Tujuh tahun setelah kematiannya, salah satu korespondennya, Jacques H. Abendanon, menerbitkan kumpulan surat-surat Kartini yang berjudul "Dari Kegelapan ke Terang: Pikiran Tentang dan Atas Nama Rakyat Jawa". Di Indonesia, Hari Kartini masih diperingati setiap tahun pada hari ulang tahun Kartini.

Raden Adjeng Kartini, sepenuhnya Lady Raden Adjeng Kartini, yang lahir 21 April 1879, di Majong,adalah wanita bangsawan Jawa yang surat-suratnya menjadikannya simbol penting bagi kemerdekaan Indonesia gerakan dan untuk feminis Indonesia.

Temui wanita luar biasa yang berani mengedepankan kesetaraan gender dan masalah lainnya. Dari mengatasi penindasan, melanggar aturan, menata ulang dunia, atau melakukan pemberontakan, para wanita sejarah ini memiliki sebuah kisah untuk diceritakan.

Ayahnya adalah seorang bangsawan Jawa yang bekerja untuk pemerintahan kolonial Belanda sebagai gubernur Kabupaten Japara (sebuah distrik administratif), Kartini memiliki kesempatan yang tidak biasa untuk bersekolah di sekolah Belanda, yang memaparkannya pada ide-ide Barat dan membuatnya fasih berbahasa Belanda.

Pada masa remajanya, ketika dia dipaksa untuk menarik diri ke kehidupan tertutup yang ditentukan oleh tradisi untuk seorang gadis Jawa kelahiran bangsawan, dia mulai berhubungan dengan beberapa teman Belanda dari masa sekolahnya. Dia juga mengenal dan dipengaruhi oleh Mevrouw Ovink-Soer, istri seorang pejabat Belanda dan seorang sosialis dan feminis yang berdedikasi.

Dalam suratnya, Kartini mengungkapkan keprihatinannya atas penderitaan orang Indonesia di bawah kondisi pemerintahan kolonial dan peran terbatas yang terbuka bagi perempuan Indonesia.

Dia memutuskan untuk menjadikan hidupnya sendiri sebagai teladan untuk emansipasi dan, setelah menikah pada tahun 1903 dengan seorang pejabat Jawa yang progresif, Bupati Rembang, dia melanjutkan dengan rencana untuk membuka sekolah bagi gadis-gadis Jawa.

Kartini lahir dari keluarga bangsawan Jawa, ayahnya adalah Bupati Jepara dan ibunya adalah istri pertamanya. Keluarganya memiliki tradisi intelektual yang kuat dan dia bersekolah di mana dia belajar berbicara bahasa Belanda dengan lancar, suatu pencapaian yang tidak biasa bagi seorang wanita Jawa pada saat itu. Saat menginjak usia 12 tahun, Kartini diasingkan di rumah, hal yang biasa dilakukan kalangan bangsawan untuk mempersiapkan gadis-gadis muda untuk dinikahkan.

Selama pengasingannya, Kartini melanjutkan pendidikannya, membaca majalah dan surat kabar Eropa, yang menarik minatnya pada isu-isu seperti pernikahan anak, peran perempuan sebagai istri dan ibu kedua, dan ketidakharmonisan ras dalam urusan kolonial. Mulai tahun 1901, wanita muda terpelajar ini berkenalan dengan beberapa sahabat pena Belanda dan mulai menulis serangkaian surat yang di dalamnya dia menulis dengan fasih dan penuh semangat bukan hanya tentang perjuangan wanita untuk mendapatkan otonomi dan persamaan hukum di bawah sistem feodal dan otokratis.

Bertentangan dengan keinginannya, orang tua Kartini menjodohkannya dengan Bupati Rembang yang telah memiliki tiga istri. Putra satu-satunya Kartini lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian Kartini meninggal karena komplikasi persalinan. Salah satu keinginan Kartini hanya terwujud selama hidupnya yang singkat. Suaminya memahami tujuan istrinya dan mengizinkannya mendirikan sekolah untuk wanita, yang pertama dari selusin sekolah yang akan diikuti di seluruh Jawa.

Kartini meninggal pada usia 25 tahun karena komplikasi setelah kelahiran anak pertamanya, tetapi J.H. Abendanon — mantan direktur Departemen Pendidikan, Agama, dan Industri — mengatur penerbitan surat-suratnya pada tahun 1911, dengan judul Door duisternis tot licht (“Through Darkness into Light”). Buku tersebut sangat populer dan mendapat dukungan di Belanda untuk Yayasan Kartini, yang pada tahun 1916 membuka sekolah perempuan pertama di Jawa, sehingga memenuhi ambisi Kartini.

Ide-idenya juga diambil oleh mahasiswa Indonesia yang kuliah di universitas Belanda, dan pada tahun 1922 terjemahan surat-surat itu diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Meskipun tujuan nasionalis Indonesia jauh melampaui ide-idenya, Kartini menjadi simbol yang populer, dan ulang tahunnya dirayakan sebagai hari libur.

Meskipun meninggal saat melahirkan pada usia 25 tahun, Raden Ajeng Kartini (1879-1904) menulis salah satu karya sastra Indonesia terpenting abad ke-20. Diterbitkan pada tahun 1911 setelah kematiannya dan aslinya berjudul Door Duisternis tot Licht (Through Darkness to Light), buku surat-surat provokatif Kartini ini menyemangati kelompok perempuan sekuler dan hidupnya menjadi inspirasi bagi kerinduan Indonesia akan kebebasan.

R. A. Kartini telah banyak dideskripsikan sebagai pertanda revolusi Indonesia, pahlawan nasionalis, idealis romantis, promotor kebanggaan tradisi Jawa, pejuang perjuangan panjang negara untuk kesetaraan gender. Yang tidak dapat dipertanyakan adalah bahwa wanita luar biasa ini melambangkan zaman modern Indonesia dan nama Kartini menempati tempat khusus dalam sejarah feminisme internasional. perhatikan juga Kisah Fatmawati

Saat ini, sekolah, taman, rumah sakit, jalan, gedung, kolam renang dan yayasan di seluruh Indonesia dinamai untuk menghormatinya. Setiap tahun, hari libur nasional diadakan untuk memperingati kelahirannya pada tanggal 21 April ketika parade, kontes, ceramah, pidato, dan program sosial dihadiri oleh siswi, pekerja pabrik, guru universitas, organisasi wanita, semuanya mengenakan pakaian daerah yang indah. Pada hari istimewa itu, ibu tidak diperbolehkan bekerja dan anak-anak serta ayah yang memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Itulah Hari Kartini.

 

 

 

Posting Komentar untuk "Perjuangan dan Kisah Kehidupan Raden Adjeng Kartini"