Mengenal Peninggalan Sejarah Sunan Bonang. Ketahui Sebagai Wawasan Pengetahuan
alhuda14.net - Peninggalan sejarah Sunan Bonang sebagai bukti akan jejak perjuangan dalam penyebaran agama Islam. Penyebaran agama Islam di tanah jawa tidak bisa dilepaskan dari peran wali songo. Sunan Bonang sebagai salah satu wali songo yang memiliki andil dalam membumikan ajaran agama Islam.
Kisah
perjalanan para wali dalam berjuang menyabarkan agama Islam hingga sekarang
masih dikenang serta menjadi panutan. Para wali wafat pun tidak menjadikan
berhenti. Banyak yang mengunjungi makam para wali untuk berziarah. Seperti
datang ke makam Sunan Bonang.
![]() |
peninggalan sejarah Sunan Bonang |
Kisah Perjalan Hidup Berkaitan Peninggalan Sejarah Sunan Bonang
Sunan Bonang
merupakan putra keempat dari Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila. Ibunda Sunan
Bonang adalah Putri Arya Teja, Bupati Tuban. Nama asli dari Sunan Bonang adalah
Raden Maulana Makdum Ibrahim, lahir tahun 1456 M. Dilihat dari silsilah
keluarga, beliau masih keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Ilmu
agama diperoleh dan dipelajari untuk mengantar jejak peninggalan sejarah Sunan Bonang
berasal dari ajaran ayahnya, Sunan Ampel. Belajar di pesantren bersama
santri-santri, diantaranya Sunan Giri, Raden Fatah, dan Raden Kusen. Beliau
juga menuntut ilmu kepada Syaikh Maulana Ishaq, ketika ke Malaysia bersama
Sunan Giri (Raden Paku). Sekaligus perjalanan haji ke Tanah Suci.
Pendidikan
agama Sunan Bonang semakin matang saat tinggal di Aceh atau Negeri Pasai.
Menuntut ilmu bersama gurunya, Syekh Awwalul Islam beserta ulama-ulama Aceh
yang terkenal lainnya. Dikenal sebagai pendakwah yang menguasai ilmu fikih,
ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan silat disertai kesaktian
menakjubkan.
Peninggalan sejarah
Sunan Bonang dalam berdakwah dilakukan melalui
pendekatan yang mangarah ke hal-hal bersifat seni dan budaya. Serupa seperti
yang dilakukan Sunan Kalijaga sebagai muridnya. Berdakwah menggunakan media
wayang dengan menjadi seorang dalang. Kemudian, piawai mengubah tembang-tembang
macapat sebagai bahan berdakwah.
Dakwah yang dilakukan Raden Makdum Maulana Ibrahim di pedalaman Kediri bersifat
kekerasan. Menyebabkan kurang berhasil menaklukan hati masyarakat di pedalaman
Kediri. Akhirnya, pergi memenuhi panggilan Raden Fatah untuk menjadi Imam di
Masjid Agung Demak. Tinggal di Desa Bonang menjadi masuk akal jika dipanggil Sunan
Bonang.
Jika
Sunan Kalijaga memakai media kesenian wayang kulit dalam berdakwah. Sedang, peninggalan sejarah Sunan Bonang
menggunakan media seni kesusastraan. Sunan Bonang pada usia 30 tahun dijadikan
sebagai Wali Negara Tuban, sehingga sering berada di Tuban. Wali Negara Tuban
mengurusi berbagai hal yang menyangkut tentang agama Islam.
Raden
Makdum Maulana Ibrahim dalam berdakwah terkenal dan populer menggunakan wahana
kesenian dan kebudayaan. Hal itu, sebagai upaya menarik simpati masyarakat.
Perangkat Gamelan sebagai salah satu media yang dipergunakan, yaitu Gamelan Jawa disebut Bonang. Alat musik
terbuat dari bahan kuningan berbentuk bulat ada tonjolan di bagian tengah,
mirip gong kecil.
Alat
musik gamelan sering menjadi pengiring dalam pertunjukan wayang kulit.
Digunakan juga untuk mengumpulkan warga dalam rangka wara-wara atau informasi
dari pemerintah kepada penduduk. Sunan Bonang membuat berbagai jenis gending
untuk mendukung dalam berdakwah. Serta, mengubah tembang jawa sebagai alat
dalam penyampaian agama Islam.
Peninggalan Sejarah Sunan Bonang
Seorang
ulama dalam berdakwah memakai cara ceramah sudah biasa. Akan tetapi, apabila
menggunakan metode sastra seperti yang dilakukan Sunan Bonang masih jarang. Peninggalan sejarah Sunan Bonang dalam
berdakwah memang unik. Sunan Bonang dari Tuban sebagai salah satu wali sanga
yang mensyiarkan agama Islam melalui sastra. Berikut kisah Sunan Bonang dalam
berdakwah.
Dirikan Pesantren
Meneruskan
jejak ayahnya, Sunan Ampel. Maka, di Tuban, Sunan Bonang mendirikan pesantren.
Adanya pesantren menjadi tempat untuk mendidik para santri mengenai ilmu agama.
Sunan Bonang memiliki harapan terhadap para santrinya untuk ikut menyebarkan
agama Islam di Nusantara (Indonesia).
Dakwah Menggunakan Media Karya Sastra
Sunan
Bonang tidak hanya aktif di pesantren, tetapi aktif juga berdakwah keliling ke
beberapa daerah. Dakwah yang beliau lakukan dikemas dengan dalam bentuk sastra.
Adapun beberapa karya sastra yang beliau pergunakan ialah carangan pewayangan
dan tembang tamsil (suluk). Contoh cerita
pewayangan yang disampaikan, seperti Petruk Dadi Ratu, Mustakaweni, Pandu
Pargola, dan lainnya.
Cabang
ilmu Islam yang paling didalami oleh Sunan Bonang adalah Tasawuf. Melalui ilmu tasawuf
yang dipelajarinya, sehingga mampu menelurkan karya-karya tasawuf bagus. Antara lain suluk gentur yang berkaitan dengan
tembang Wirangrong. Berisi mengenai makna syahadat fana’ruh idafi dan da’im
qa’im. Berupa syahadat penyaksian diucapkan muslim sejati sebelum lahir
serta saat memeluk agama Islam.
Suluk
Kaderesan dan Suluk Wujil. Adapun syair pada suluk wujil makna tentang keadaan
peralihan pada masyarakat Hindu yang telah memeluk Islam. Serta tentang tasawuf atau ilmu sufi. Runtuhnya
kerajaan-kerajaan Hindu, seperti Kerajaan Majapahit. Lalu, berganti Kesultanan Demak menjadi salah satu
bukti makna pertama suluk ini.
Makna
kedua tentang tasawuf, menyatakan bahwa manusia harus mengenal diri sendiri
dengan hakikatnya sebagai manusia dan mahluk Allah SWT. Suluk Jebeng merupakan tembang jawa (macapat) berjudul
Dhandanggula. Mempunyai makna tentang khalifah bumi, yaitu manusia. Makna lain
ialah tentang kehidupan manusia dan perjalanannya nanti berakhir di ribaan
Allah SWT.
Suluk
biografi, diantaranya Suluk Wasiyat, Suluk Regol, Suluk Sunan Bonang, dan Suluk
Khalifah. Menggambarkan perjuangan dan metode berdakwah dari para wali dalam
mengajarkan agama Islam. Di Suluk Sunan Bonang diceritakan mengenai
perjalanan pendidikan di Aceh. Lalu, saat melaksanakan ibadah Haji demi
mendapatkan ilmu agama Islam yang mendalam bekal dakwah.
Gita
Suluk Wali mempunyai makna paling indah. Bercerita tentang cinta mengenai
keindahan dunia. Peninggalan sejarah
Sunan Bonang dijelaskan bahwa rasa cinta telah bisa membuat seseorang
hanyut seperti ditelan ombak.
Gita
Suluk Linglung dan Gita Suluk Latri tersimpan di Universitas Leiden di Belanda.
Berisi tentang penantian seseorang terhadap kekasihnya tak kunjung datang.
Akhir ceritanya keputusasaan karena terlalu lama menunggu. Lalu, lupa segalanya
dan bunuh diri menenggelamkan diri ke laut.
Gita
Suluk Ing Aewuh berupa karya sastra berbentuk puisi. Kemudian, dinyanyikan
dengan nada dan gamelan jawa. Atau suluk ini merupakan tembang/lagu jawa. Suluk
Sunan Bonang disimpan di Universitas Leiden di Belanda.
Mengguankan Alat Musik Gamelan
Peninggalan sejarah
Sunan Bonang adalah gamelan. Alat musik jawa yang
legendaris dan fenomenal. Sunan Bonan mendah set gamelan jawa dengan Bonang .
hal itu, dilakukan untuk menambah kelengkapan bunyi yang dihasilkan supaya
lebih indah.
Alat musik tradisional
yang dipergunakan Sunan Bonang disebut Bonang. Alat musik Bonang mampu menarik
perhatian masyarakat. Lalu, Sunan Bonang menyiapkan tembang-tembang untuk
disisipkan tentang ajaran agama Islam. Tembang yang populer dari tembang Sunan
Bonang adalah Tombo Ati (Obat Hati).
Menulis Kitab
Sunan
Bonang sebagai seorang ulama besar tidak lupa untuk menulis sebuah kitab. Kitab
Tanbihul Ghofilin merupakan kitab berisi tentang ilmu tasawuf. Dijelaskan
secara detail tentang ilmu tasawuf hingga 234 halaman. Tasawuf secara garis
besar mengajarkan manusia diharuskan untuk menjalani kehidupan berdasarkan
keimanan penuh kepada Allah SWT.
Demikian
peninggalan sejarah Sunan Bonang
mengenai jalan dakwah yang dipergunakan. Melalui seni dan kebudayaan sebagai
bentuk pendekatan dakwah lebih mendapat perhatian masyarakat. Jadi, Sunan
Bonang memakai karya sastra seperti suluk untuk berdakwah.
Posting Komentar untuk "Mengenal Peninggalan Sejarah Sunan Bonang. Ketahui Sebagai Wawasan Pengetahuan"