Cerita Sejarah Sunan Ampel dan Asal Usulnya
alhuda14.net - Cerita Sejarah Sunan Ampel dan Asal Usulnya! Ada banyak sejarah tentang asal usul Sunan Ampel yang diyakini masyarakat. Namun yang paling populer didengar adalah beliau berasal dari Campa atau Cempa atau Jeumpa. Beberapa ahli mengatakan bahwa beliau kelahiran Cempa (Jeumpa), yang mana diyakini sebagai suatu daerah di Aceh. Sementara yang lain menyebutkan bahwa Campa adalah suatu kota di Kamboja, Indocina.
Yang mengejutkan, beberapa sumber baru mengatakan
bahwa beliau adalah keturunan Tionghoa dengan nama Bong Swie Hoo. Pendapat ini
diutarakan dalam buku Tuanku Rao, oleh Sam Po Kong, Semarang. Dalam buku ini
ditulis bahwa Raden Rahmad atau Bong Swie Hoo adalah cucu dari Haji Bong Tak
Keng dari Campa. Dan di tahun 1447, beliau menikah dengan puteri Haji Gan Eng
Tju di Tuban, yang populer disebut Nyai Ageng Manila. Simak juga tentang
sejarah Sunan Ampel |
Siapa dan Darimana Sebenarnya Sunan Ampel?
Banyak cerita sejarah Sunan
Ampel mengatakan bahwa beliau bukanlah orang Jawa, melainkan orang Campa.
Sementara ayahnya berasal dari Arab. Pendapat ini bukanlah sekedar tutur
tinular, namun ada beberapa sumber yang mendukungnya. Bahkan pendapat ini juga
dikuatkan oleh G.W.J.Drewes di hadapan
rektor dan dosen IAIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta (November 1971).
Sementara
itu, ada beberapa versi tentang siapa dan darimana asal usul Sunan Ampel yang
sebenarnya. Beberapa ahli sejarah mengakui bahwa informasi tertulis seperti
prasasti batu atau logam tidak pernah menemukan atau menyebutkan tentang Sunan
Ampel. Bahkan dalam buku Jejak Kanjeng Sunan-Perjuangan Walisongo, yang
diterbitkan di Festival Walisongo I Surabaya (1999) juga mengutarakan hal yang sama.
Dalam
buku itu dijelaskan bahwa para ahli tidak pernah menemukan manuskrip atau
naskah yang ditulis semasa hidupnya. Sumber yang ditulis dekat waktu wafatnya
hingga sekarang pun tidak ada. Cerita sejarah Sunan Ampel baru ditemukan di zaman
Kerajaan Mataram, seperti yang ditulis pada Babad Tanah Jawi. Sementara naskah
atau sumber yang lain ditulis pada abad ke 18 dan 19. Padahal, Sunan Ampel
hidup di abad 14 (1331 M1400 M).
Menurut
Drs.H.Sjamsudduha yang menjadi narasumber dalam buku Jejak Kanjeng Sunan-Perjuangan
Walisongo, ada dua manuskrip yang agak rinci tentang Sunan Ampel. Keduanya adalah
naskah pegon yang ditemukan di Dsn. Badu, Ds. Wanar, Pucuk-Lamongan
dan Ds. Drajat, Paciran-Lamongan.
Yang selanjutnya, dua naskah itu disebut: naskah Badu Wanar dan naskah Drajat.
Cerita
sejarah Sunan Ampel yang lain juga bisa ditemukan di sejumlah Babad. Contohnya, Babad
Risakipun Majapahit, yang disimpan di Jawa Tengah, tepatnya di Perpustakaan
Reksopustoko,
Surakarta. Dan ada juga cerita yang lain seperti di Babad Para
Wali, Babad Tanah Jawi I, Babad Tanah Jawi II, dan Babad Ngampeldenta.
Cerita Sejarah Sunan Ampel dari Berbagai Sumber
Babad Tanah Jawi I
Menurut Babad Tanah Jawi I, Sunan Ampel atau Raden
Rahmad ini adalah putra dari Makdum Ibrahim Asmara dengan putri Cempa. Konon,
sebelum menikah, Makdum Ibrahim ini mendatangi raja Cempa dan memohon supaya
raja masuk Islam. Kemudian permintaan itu dikabulkan raja dan diikuti seluruh
rakyatnya.
Makdum Ibrahim kemudian dinikahkan dengan putri Cempa
dan memiliki dua putera, yakni Raden Rahmad dan Raden Santri. Sedangkan Raja
Cempa sendiri, dalam cerita sejarah Sunan Ampel, mempunyai anak laki-laki
bernama Raden Burerah. Suatu saat, Raden Rahmat bersama adiknya minta izin
kepada raja (yang juga kakeknya) untuk pergi menemui bibinya di Majapahit. Raja
Cempa akhirnya mengizinkan asal ditemani oleh Raden Burerah.
Cerita Sejarah Sunan Ampel dari Babad Para Wali
Menurut naskah Badu Wanar dan
naskah Drajat, Sunan Ampel
dikisahkan datang ke Majapahit
bersama saudaranya (Raja Pandhita). Ia juga datang bersama
Raden Burerah anak raja Kamboja. Raden Rahmat dan Raja Pandhita (Raden
Santri) adalah anak dari seorang guru agama
Islam bernama Maulana Ibrahim Asmara.
Sementara ibunya (Candrawulan) adalah orang Tulin, Campa.
Sama seperti cerita sejarah Sunan Ampel sebelumnya,
bahwa kedatangan Raden Rahmad ke Majapahit diantar oleh kakaknya dan Raden
Burerah. Mereka berniat untuk menemui
bibinya Dewi Murtiningrum yang menjadi permaisuri raja Brawijaya. Akhirnya setelah sampai dan
menetap di Majapahit, mereka diperlakukan sebagai putera raja Brawijaya.
Selama menetap di Majapahit, mereka ditertawakan
karena melaksanakan shalat, sebab
waktu itu Majapahit belum mengenal Islam. Namun
dalam ceritanya, Raja Brawijaya tidak melarang mereka untuk menunaikan ibadah
secara Islam. Bahkan merekapun
diminta untuk menetap di Majapahit
dan diberi jabatan
sebagai tumenggung.
Babad Ngampeldenta
Cerita sejarah Sunan Ampel yang serupa juga tertuang di Babad Ngampeldenta. Dalam ceritanya disebutkan bahwa
Raden Rahmat bersama dua pengiringnya, menghadap ke raja Majapahit dengan
berbekal dua surat. Surat pertama menyatakan bahwa ketiga orang itu adalah keponakan sang prameswari.
Sementara yang kedua
berisi ajakan Syekh Maulana beserta isterinya, raja Cempa, serta ibundanya, supaya raja
berkenan memeluk Islam.
Namun,
dalam naskah tersebut juga dituliskan bahwa jika raja belum berkenan, maka ayunda
saja yang masuk Islam. Dalam surat itu juga disebutkan bahwa Raden Rahmat telah
paham dan menguasai segala ilmu, sehingga patut menjadi ulama. Untuk itulah, Raden
Rahmat diberi tempat tinggal di Ngampel dengan pengikut yang banyak. Dari
situlah, delapan ratus keluarga atau somah beralih masuk Islam.
Disebutkan
pula dalam Babad Ngampeldenta dan Babad
Tanah Jawi II, bahwa raja Majapahit (Prabu Brawijaya) tidak melarang rakyatnya
pindah agama. Beliau mengizinkan rakyat Majapahit memeluk agama Islam,
asalkan tidak ada paksaan. Sayangnya, dalam cerita sejarah Sunan Ampel ini,
disebutkan bahwa baginda sendiri tidak mau memeluk agama Islam.
Sunan Ampel dan Kebijakannya Dalam Menyiarkan Agama
Sejarah
Sunan Ampel juga disebutkan dalam Babad
Risakipun Majapahit. Dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa
Sunan Ampel diterima dengan senang hati oleh raja Majapahit dan tinggal disana
selama satu tahun. Beliau pun menikah dengan puteri Arya Teja, yang bernama
Nyai Ageng Manila.
Dalam
cerita sejarah Sunan
Ampel, beliau ditempatkan di dusun Ngampeldenta, dan diberi gelar Sunan
Ngampeldenta. Sementara Raden Santri dan Raden Burerah diberikan tanah di
Gresik sebagai dusun tempat tinggal mereka. Tatkala itu, banyak rakyat
Majapahit telah berpindah agama dan di Surabaya sendiri sudah Islam semua.
Adipati
Bintara (Raden Patah) yang merupakan putra raja Brawijaya, saat itu terus mendatangi Sunan Ampel.
Ia memohon izin untuk menyerbu Majapahit, karena sekalipun yang memerintah adalah
ayahandanya, namun ia kafir,
dan tidak mau masuk
Islam. Sunan Ampel melarangnya,
karena raja tidak pernah mencegah
orang masuk Islam. Bahkan raja
memberikan kebebasan di Surabaya untuk membangun agama.
Sunan
Ampel bertanya, apa jeleknya paduka raja. Adapun beliau belum mau masuk Islam,
karena Allah belum menghendakinya. Jadi dalam cerita sejarah Sunan Ampel itu,
beliau meyakinkan Adipati untuk tidak mendahului takdir dan harusnya menerima
kehendak Allah. Adipati pun mendengar nasihat gurunya dengan takzim, dan
kembali ke Demak setelah dua hari menetap di Surabaya. Perhatikan juga tentang
Banyak sekali cerita sejarah Sunan Ampel dan perihal
asal usulnya. Namun satu yang pasti bahwa beliau merupakan waliyullah yang sangat disegani dan merupakan guru dari para wali
lainnya. Untuk itulah saat beliau wafat, para wali semuanya datang. Mereka
memandikan dan mensholatkannya.
Posting Komentar untuk "Cerita Sejarah Sunan Ampel dan Asal Usulnya"